Rabu, 02 Desember 2009

KECERDASAN MAJEMUK(MULTIPLE INTELLIGENCE): POTENSI YANG DIMILIKI SETIAP ANAK

INE RIANI
0902840, PGSD 1B


PENDAHULUAN
Pernahkah Anda mengikuti tes potensi akademik atau psikotes? Apakah hasil dari suatu tes potensi akademik mencerminkan potensi kecerdasan seseorang? Lalu apa saja yang diukur dari tes tersebut? Tes IQ yang umumnya identik dengan tes potensi akademik nyatanya hanya mengukur beberapa dari kecerdasan yang dimiliki seseorang.
Setiap manusia dilahirkan dengan kecerdasan dan keunikan masing-masing. Tidak ada manusia yang diciptakan sama, sekalipun mereka terlahir kembar. Dalam ilmu pendidikan, hal ini dikenal dengan konsep perbedaan individu (individual differences) (Suparlan, 2007). Oleh sebab itu, sistem pendidikan klasik tidak sesuai dengan konsep perbedaan individu karena sistem ini menganggap semua anak (siswa) di kelas dalam banyak hal dianggap sama (homogen).
Suparlan juga berpendapat bahwa pelaksanaan proses belajar mengajar di Indonesia masih banyak yang menggunakan metode ceramah. Hal tersebut mendapat banyak kritikan dari para pakar pendidikan yang berpihak pada sistem pendidikan individual. Salah satunya adalah Howard Gardner, seorang professor pendidikan dan psikolog dari Universitas Harvard. Sumbangan pemikiran Gardner dalam ilmu pendidikan adalah konsepnya mengenai kecerdasan majemuk (multiple intelligence) yang dituangkan dalam bukunya yang berjudul Multiple Intelligence: The Theory in Practice.
Pelaksanaan pendidikan dengan berlandaskan konsep kecerdasan majemuk yang dimiliki oleh siswa diharapkan dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki siswa dalam pengembangan dan perkembangan kecerdasan siswa pada pembelajaran terpadu.

Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligence)
Istilah kecerdasan telah muncul ketika Alfred Binet, seorang psikolog Perancis, mengusulkan suatu tes yang dinamakan tes intelegensi (kecerdasan) atau yang lebih dikenal dengan sebutan tes IQ dan tes bakat skolastik (SAT) di awal 1900an. Tes ini dikembangkan oleh Binet untuk mengukur kecerdasan dan memperkirakan apakah seorang anak akan sukses atau gagal dalam menempuh pendidikan dasar di sekolah Perancis.
Pada umumnya, sekolah, khususnya sekolah dasar mengukur kecerdasan hanya didasarkan dua kategori kecerdasan, yaitu kemampuan verbal dan matematis saja. Namun, sesungguhnya masih ada kecerdasan-kecerdasan lain yang harus dipertimbangkan karena setiap anak memiliki kecerdasan berbeda-beda atau istilahnya kecerdasan majemuk (Multiple Intelligence Theory).
Hal ini sejalan dengan pendapat Gardner, bahwa “kecerdasan seseorang lebih berkaitan pada (1) kemampuan memecahkan masalah, dan (2) menciptakan produk yang bernilai di lingkungan yang kondusif dan alamiah” (Armstrong, 2002: 21).
Terkait dengan pernyataan tersebut, Gardner membagi kecerdasan seseorang menjadi beberapa kategori, yaitu:
1. Kecerdasan Linguistik (Linguistic Intelligence)
2. Kecerdasan Matematis-Logis (Logical-Mathematical Intelligence)
3. Kecerdasan Musikal (Musical Intelligence)
4. Kecerdasan Kinetis-Jasmani (Bodily-Kinesthetic Intelligence)
5. Kecerdasan Spasial (Spatial Intelligence)
6. Kecerdasan Interpersonal (Interpersonal Intelligence)
7. Kecerdasan Intrapersonal (Intrapersonal Intelligence)
8. Kecerdasan Naturalis (Naturalist Intelligence)

9. Kecerdasan Lain
a. Kecerdasan Spiritual
b. Kecerdasan Moral
Deskripsi dari masing-masing kategori kecerdasan ini adalah:
1. Kecerdasan Linguistik (Linguistic Intelligence)
Kecerdasan linguistik merupakan suatu kemampuan menggunakan kata secara efektif, baik secara lisan maupun tertulis. Kecerdasan ini meliputi kemampuan memanipulasi tata bahasa atau struktur bahasa, fonologi atau bunyi bahasa, semantik atau makna bahasa, dimensi pragmatik atau penggunaan praktis bahasa. Penggunaan bahasa meliputi retorika (mempengaruhi orang lain untuk bertindak), mnemonik (menggunakan bahasa untuk mengingat informasi), eksplanasi (menggunakan bahasa untuk menjelaskan) dan metabahasa (menggunakan bahasa untuk membahasnya sendiri).
2. Kecerdasan Matematis-Logis (Logical-Mathematical Intelligence)
Kecerdasan matematis-logis merupakan suatu kemampuan menggunakan angka dengan baik dan menggunakan penalaran dengan benar. Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada pola dan hubungan logis, pernyataan dan dalil, fungsi logis dan abstraksi-abstraksi lain. Proses yang digunakan meliputi kategorisasi, klasifikasi, pengambilan kesimpulan, generalisasi, penghitungan dan pengujian hipotesis.
3. Kecerdasan Musikal (Musical Intelligence)
Kecerdasan musikal merupakan suatu kemampuan menangani bentuk-bentuk musikal dengan cara mempersepsi, membedakan, menggubah, dan mengekspresikan. Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada irama, pola titinada atau melodi, dan warna nada atau warna suara suatu lagu. Kecerdasan musikal ini dapat dimiliki seseorang sejak kecil.
4. Kecerdasan Kinetis-Jasmani (Bodily-Kinesthetic Intelligence)
Kecerdasan kinetis-jasmani merupakan suatu keahlian menggunakan seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide dan perasaan, serta keterampilan menggunakan tangan untuk menciptakan atau mengubah sesuatu. Kecerdasan ini meliputi kemampuan-kemampuan fisik yang spesifik, seperti koordinasi, keseimbangan, keterampilan, kekuatan, kelenturan dan kecepatan maupun kemampuan menerima rangsangan (proprioceptive) dan hal yang berkaitan dengan sentuhan (tactile & haptic)
5. Kecerdasan Spasial (Spatial Intelligence)
Kecerdasan spasial merupakan suatu kemampuan mempersepsi dunia spasial-visual secara akurat dan mentransformasikan persepsi dunia spasial-visual tersebut. Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada warna, garis, bentuk, ruang dan hubungan antar unsur tersebut, juga meliputi kemampuan membayangkan, mempresentasikan ide secara visual atau spasial dan mengorientasikan diri secara tepat dalam matriks spasial.
6. Kecerdasan Interpersonal (Interpersonal Intelligence)
Kecerdasan interpersonal merupakan suatu kemampuan mempersepsi dan membedakan suasana hati, maksud, motivasi serta perasaan orang lain. Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada ekspresi wajah, suara, gerak isyarat.
7. Kecerdasan Intrapersonal (Intrapersonal Intelligence)
Kecerdasan intrapersonal merupakan suatu kemampuan memahami diri sendiri dan bertindak berdasarkan pemahaman tersebut. Kecerdasan ini meliputi kemampuan memahami diri yang akurat; kesadaran akan suasana hati, maksud, motivasi, temperamen, dan keinginan serta kemampuan berdisiplin diri, memahami dan menghargai diri.
8. Kecerdasan Naturalis (Naturalist Intelligence)
Kecerdasan Naturalis merupakan suatu kemampuan mengapresiasi alam dan lingkungan sekitar. Kecerdasan ini meliputi kepedulian dan kecintaan terhadap alam serta lingkungan melalui berbagai kegiatan atau konservasi lingkungan alam sekitar.
9. Kecerdasan Lain (Other Intelligence)
Kecerdasan lain ini meliputi kecerdasan moral dan kecerdasan spiritual (Armstrong, 2003 dan Smith, 2002).
Oleh karena itu, sesungguhnya tidak ada anak pintar atau bodoh, yang ada adalah anak yang menonjol dalam satu atau beberapa jenis kecerdasan. Kita selaku pengajar harus lebih jeli melihat kecerdasan yang dimiliki masing-masing anak. Kita harus memberi mereka kesempatan secara merata sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki.
Dengan demikian, tidak akan ada anak yang merasa minder atau rendah diri karena ketidakmampuannya akan suatu hal atau mata pelajaran. Keminderan merupakan indikasi adanya gangguan psikologis pada anak, dalam arti bahwa anak tersebut kehilangan rasa percaya dirinya. Hal ini sangat berpengaruh pada hasil belajarnya.

Peran Pendidikan dalam Mengembangkan Kecerdasan Majemuk
Sejalan dengan perbedaan kecerdasan yang dimiliki oleh siswa, maka sebanyak itu pula gaya belajar yang dimiliki oleh siswa tersebut. Artinya, masing-masing siswa memiliki gaya belajar yang unik. Oleh karena itu, sekolah yang baik (efektif) harus dapat mengenali secara dini kecerdasan masing-masing siswa, kemudian memberikan layanan yang sesuai dengan tipe kecerdasan yang mereka miliki. Setidaknya ada tiga peran penting pendidikan dalam mengembangkan kecerdasan (Suparlan, 2007), yaitu:
1. Mengenali secara dini tipe kecerdasan masing-masing siswa.
2. Memberikan model layanan pendidikan yang sesuai dengan kecerdasan tersebut.
3. Mengasah dan mengembangkan kecerdasan semua siswa secara optimal.
Peran penting ini sangat berpengaruh pada pencapaian hasil belajar yang optimal. Jika peran ini dilakukan dengan baik, maka kelas akan menjadi kondusif dengan ditunjang beragam kecerdasan yang dimiliki setiap siswa di dalamnya. Pemerataan kesempatan mengaktualisasikan diri sesuai dengan potensi dan kecerdasan yang siswa miliki menjadi sarana pengembangan minat, bakat, dan kemampuannya.
Oleh karena itu, siswa diharapkan dapat mengolah, mengasah, mengembangkan serta mengeluarkan potensi yang ada pada dirinya masing-masing. Sebagai contoh, siswa yang memiliki potensi kecerdasan matematis-logis akan senang jika diberi kesempatan untuk bereksperimen dan melakukan penalaran matematis. Lain halnya dengan siswa yang memiliki potensi kecerdasan kinetis-jasmani, mereka akan senang jika diberi kesempatan untuk terjun ke lapangan olahraga atau ke tempat latihan menari, dan sebagainya.
Keragaman potensi kecerdasan inilah yang perlu mendapat perhatian pendidik secara seimbang dan tidak diskriminatif. Hal tersebut kini menjadi tantangan tersendiri bagi sekolah mengingat masih banyak sekolah-sekolah dasar yang menganut teori pembelajaran klasik.

KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya siswa memiliki kecerdasan beragam, sekalipun mereka terlahir kembar, yang dalam ilmu pendidikan dikenal dengan konsep perbedaan individu. Oleh karena itu, perlakuan pada setiap siswa tidak dapat disamakan sehingga sistem pendidikan klasik tidak sesuai diterapkan pada siswa karena sistem ini menganggap setiap siswa sama dalam banyak hal.
Gardner telah mengungkapkan beberapa kategori kecerdasan yang dapat dimiliki siswa, dalam teorinya yang dikenal dengan teori kecerdasan majemuk. Setidaknya ada sembilan kategori kecerdasan yang dapat dan mungkin dimiliki oleh seorang anak sebagai siswa, di antaranya linguistik, matematis-logis, musikal, kinetis-jasmani, spasial, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis serta kecerdasan lain.
Di sinilah pentingnya peran pendidikan dalam mengembangkan kecerdasan majemuk siswa. Sekolah sebagai penyelenggara pendidikan harus mampu mengenali secara dini kecerdasan masing-masing siswanya dan memberikan layanan yang sesuai dengan kecerdasan yang mereka miliki.
REFERENSI
Amstrong, T. 2003. Sekolah Para Juara: Menerapkan Multiple Intelligence di Dunia
Pendidikan. Bandung: Kaifa.
Gardner, Howard. 1993. Multiple Intelligence: The Theory in Practice. New York:
Basic Books.
Smith, Mark K. 2002. “Howard Gardner, Multiple Intelligence and Education”.
[Online]. Tersedia: http://www.infed.org/thinkers/gardner.htm.
[24 Oktober 2009]
Suparlan. 2007. “Kecerdasan Ganda (Multiple Intelligence): Penerapannya dalam
Proses Pembelajaran dan Pengajaran”. [Online]. Tersedia:
http://www.suparlan.com/pages/posts/kecerdasan-ganda95.php
[24 Oktober 2009]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar