Rabu, 02 Desember 2009

MELATIH KEMANDIRIAN ANAK

Emalia Rachmawati
NIM : 0902885, PGSD 1B


Pada dasarnya, masa kanak-kanak merupakan masa pembentukan karakteristik dari anak tersebut. Maka dari itu, sikap dari orang tua, cara mendidik dari orang tua akan sangat berpengaruh. Banyak orang tua yang beranggapan bahwa cara mendidik anak yang baik adalah dengan mengikuti semua keinginan mereka, berusaha memberikan segala sesuatu yang anaknya butuhkan agar anaknya tersebut tidak merasakan kesulitan.
Kemudahan yang diberikan oleh orang tua itu jangan sampai membuat anak menjadi semakin terlena karena kemudahan atau fasilitas yang diberikan oleh orang tua secara berlebih. Padahal secara tidak langsung orang tua itu telah mendidik anak untuk tidak madiri dan selalu bergantung kepada orang tua.
Namun, saat kita menayakan kepada orang tua tentang sikap mereka kepada anaknya, sebagian besar merasa bahwa tindakan mereka itu bukan memanjakan. Tetapi mereka ingin memberi yang terbaik, kehidupan yang lebih layak dari pada pengalaman hidup mereka.
Kemandirian anak perlu ditanamkan sejak dini, agar mereka tumbuh dengan rasa penuh tanggung jawab. Karena itu merupakan modal besar dalam menyongsong hidupnya kelak.
Penanaman sikap mandiri kepada anak dapat dilakukan dengan cara memberikan kepercayaan. Seperti contoh, saat pemilihan ketua kelas guru harus memberikan kepercayaan pada siswa yang terpilih. Contoh lainnya dengan memberikan tugas individu, sehingga anak akan merasa bertanggung jawab akan pekerjaan yang diberikan padanya.
Selain cara tersebut, kemandirian juga dapat ajarkan dengan melalui cara disiplin. Disiplin adalah mengajarkan anak bagaimana berinteraksi dengan dunia kita, budaya kita dan berinteraksi dengan para anggota keluarganya. Hal ini merupakan kolaborasi dari orang tua dan anak itu sendiri. Dalam menerapkan disiplin kita perlu memperhatikan dan menetapkan harapan yang sesuai dengan perkembangannya. Disiplin merupakan suatu proses yang perlu dilakukan oleh orang tua sejak saat ini dan perlu dilakukan secara berkelanjutan, sehingga anak tidak mengalami kebingungan. Selain itu kita perlu mempertimbangkan kemampuan intelektual mereka pada setiap tahap perkembangannya.
Disiplin merupakan bagian dari proses menerapkan self-responsibility pada anak. Ketika anak bisa mengembangkan rasa tanggung jawab kepada dirinya untuk mengembangkan potensi dan karakter serta membuat pilihan yang tepat.
Proses tanggung jawab menurut Eyre&Eyre (1982) dimulai dari:
1. Tanggung jawab sebagai bentuk dari Kepatuhan
Umumnya terjadi pada saat anak berusia enam tahun ke bawah. Pada saat ini, anak belum memahami aturan maupun tingkah laku yang diharapkan muncul darinya. Sikap tanggung jawab yang dimunculkan merupakan bagian dari kepatuhan mereka terhadap orang tua mereka, kepatuhan mereka untuk melakukan suatu tugas tertentu.
2. Tanggung jawab sebagai bentuk dari Moral
Proses ini umumnya terjadi pada anak usia 6-8 tahun. Sejalan dengan perkembangan mereka, muncul pemahaman bahwa tindakan atau tingkah laku yang mereka tampilkan memiliki pengaruh terhadap orang lain. Saat ini anak memunculkan sikap tanggung jawab terhadap lingkungannya yang mengacu pada moralnya.
3. Tanggung jawab sebagai bentuk dari Disiplin
Setelah melalui tahapan sebelumnya, anak mulai mengembangkan disiplin pada usia 8-10 tahun. Mereka mulai menyadari selain tindakan dan tingkah laku mereka dapat mempengaruhi orang lain, mereka juga memiliki tanggung jawab kepada diri mereka. Mereka memiliki bakat, potensi, dan pilihan dalam hidup yang perlu mereka asah dan kembangkan tanpa tuntutan atau dorongan dari orang lain.
4. Tanggung jawab sebagai bentuk dari Pelayanan
Tahap yang terakhir merupakan tanggung jawab mereka terhadap orang lain.
Umumnya pada anak usia 12 tahun ke atas, mereka mulai memahami peranan
mereka terhadap lingkungan sosial. Mereka dituntut untuk memberikan kontribusi atau dapat diandalkan untuk melakukan suatu tugas tertentu.
Sebagai contoh, jika PR anak kita belum selesai dan dia sudah tidur, apakah kita akan memaksanya untuk terus mengerjakan atau kita perlu membantunya? Sebaiknya kita tidak membantunya, karena kita akan kehilangan kesempatan untuk mengajarkan tentang kehidupan. Jika PRnya belum selesai, biarkan besok anak akan pergi ke sekolah tanpa PRnya dan ia akan merasakan akibatnya.
Suatu hal yang wajar apabila kita sebagai orang tua berusaha membantu melepaskan anaknya dari kesulitan. Namun untuk jangka panjang, justru orang tua membantu anaknya jika membiarkan anak mengalami kesulitan, karena anak akan belajar sesuatu dan tidak akan melakukan kesalahan itu lagi. Namun jika anak tidak bisa melihat konsekuensi yang terjadi pada tindakan mereka, maka kita perlu menciptakan suatu konsekuensi tertentu yang dapat membantu mengubah tingkah laku yang kurang efektif.








Referensi :
Rasyid, Harun.2008. Penilaian Hasil Belajar. Bandung: CV. Wacana Prima.
Eyre, Linda & Eyre, Richard (1982). Teaching Children Responsibility. New York. Ballantine Books ed.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar